Selasa, 05 Oktober 2010

ANALISIS CERKAK

1
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa meupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan menguasai bahasa, maka manusia dapat mengetahui dunia dan memperoleh pengetahuan yang belum pernah terpikir dan terbayangkan sebelumnya. Bahasa sebagai alat komunikasi dapat dilakukan secara lisan dan tulis, tetapi pada pelaksanaannya penggunaan bahasa tulis lebih sulit dilakukan karena harus sesuai dengan kaedah yang ada yang akan menentukan dan mendukung kelancaran dan kesempurnaan proses komunikasi. Seseorang tidak akan dapat menyampaikan pesan, kesan, perasaan, gagasan dan informasi dengan efektif apabila syarat dan kaidah bahasa tulis tidak dikuasainya.
Dalam komunikasi tulis tentunya ada rentetan kalimat yang saling berkaitan dan mempunyai keserasian makna yang disebut wacana. Dalam analisis kebahasaan wacana merupakan unsur bahasa yang terlengkap dan terbesar setelah kalimat, karena analisis wacana mengkaji potongan-potongan yang lebih besar daripada kalimat sebagai satu kesatuan kemudian menghubungkan teks dengan situasi atau konteksnya.
Analisis wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada unit kata, frasa, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan diantara unsur tersebut. (Eriyanto, 2001: 3). Wacana yang dianalisis dapat berupa wacana lisan maupun wacana tulis yang berupa karya sastra.
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang beragam prosa. Berdasarkan panjang-pendek cerita, ada yang membedakan cerita rekaan – lazimnya disingkat cerkan – dengan sebutan cerita pendek atau cerpen (dalam bahasa Jawa disebut cerkak), cerita menengah atau cermen, dan cerita panjang atau cerpan (Saad dalam Panuti Sujiman, 88 : 11)
Cerita cekak (cerkak) atau yang lebih dikenal dengan cerpen merupakan suatu karya sastra yang mulai berkembang dalam kasusastraan Jawa. Terbukti,
2
media cetak seperti majalah Panjebar Semangat dan jaya Baya mencantumkan kolom khusus untuk cerkak.
Cerita cekak atau sering disingkat sebagai cerkak adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel.
Cerkak sangat menarik untuk dikaji karena komunikasi yang dibangun oleh suatu karya sasatra (cerkak) masih abstrak. Artinya apa yang ingin disampaikan penulis belum tentu sama dengan apa yang dipahami pembaca.seperti dinyatakan Aminuddin bahwa komunikasi dalam sastra merupakan komunikasi tanpa komunikasi (1989: 4). Untuk memahami sebuah karya sastra seperti cerkak sebagai sebuah wacana tidak cukup hanya mengetahui tentang makna kata-katanya saja tetapi harus dibekali juga dengan pengetahuan sosial budaya bahasa yang digunakan, serta pemahaman terhadap masyarakat pemakai bahasa itu sendiri.
Cerkak yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah cerkak berjudul “Anakku Clingusan” karangan Rini T. Sudewo. Cerita cekak tersebut cukup menarik untuk dikaji karena mengangkat tema keluarga dan menggunakan bahasa yang cukup lugas sehingga mudah dipahami.
3
ANALISIS ASPEK GRAMATIKAL, LEKSIKAL DAN ANALISIS KONTEKS PADA CERKAK
“ANAKKU CLINGUSAN” KARYA RINI T. SUDEWO
A. Analisis Aspek Gramatikal
Analisis aspek gramatikal dalam cerkak “Anakku Clingusan” meliputi referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Berikut ini adalah pemaparan aspek-aspek gramatikal yang dijumpai dalam cerkak “Anakku Clingus”.
1. Pengacuan
Pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya. Pengacuan terdiri atas 3 jenis yaitu persona, demostrativa, komparatif.
 Pengacuan persona
Dalam tata bahasa baku edisi ketiga (2003:43) pengacuan atau referensi ialah hubungan antara satuan bahasa dan maujud yang meliputi benda atau hal yang terdapat di dunia yang diacu oleh satuan bahasa itu. Sudaryat (2009: 153) mengatakan bahwa referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dan acuannya. Senada dengan pernyataan itu Djajasudarma (1994:51) mengemukakan bahwa secara tradisional, referensi merupakan hubungan antara kata dan benda, tetapi lebih lanjut dikatakan sebagai bahasa dengan dunia.
Referensi dalam analisis wacana dapat berupa endofora, apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) terdapat dalam teks wacana tersebut, dan eksofora, apabila acuannya benda atau hal lain di luar wacana. Endofora bersifat tekstual, referensi (acuan) ada di dalam teks, sedangkan eksofora bersifat situasional (acuan atau referensi di luar teks). Endofora terbagi atas anafora dan katafora berdasarkan posisi (distribusi) acuannya (referensinya). Anafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan terdahulu; katafora merujuk silang pada unsur yang disebutkan kemudian.Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu dalam wacana disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya dissebut anteseden. referensi adalah
4
hubungan bahasa dengan dunia tanpa memperhatikan pemakai bahasa. karena pemakai bahasa (pembicara) adalah penutur ujaran yang paling tahu referensi bahasa yang diujarkanya.
Pengacuan persona meliputi: persona pertama tunggal (aku, saya, hamba, -ku, ku-), persona pertama jamak (kami, kita, kami semua), persona kedua tunggal ( kamu semua, kalian), persona ketiga tunggal (ia, dia,-nya), persona ketiga jamak (mereka, mereka semua).
 Pengacuan demostratif
Sumarlam (2003:25) membagi pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besok dan yang akan datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta).
Pengacuan demonstratif meliputi: pengacuan waktu kini (kini, sekarang, saat ini), waktu lampau (kemarin, dulu, yang lalu), waktu yang akan datang (besok, yang akan datang), netral (pagi, siang, malam pukul 12) dan pengacuan tempat dekat dengan penutur (sini, ini), agak dekat (situ, itu), jauh (sana), menunjuk secara eksplisit (Solo, Semarang).
 Referensi Komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya (Sumarlam 2003:26). Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan.
5
Pengacuan komparatif meliputi (membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan dari segi bentuk, wujud, sifat, watak, perilaku) dengan menggunakan (seperti, bagaikan, persis, sama dengan, laksana)
Dalam cerpen “Anakku Clingusan” terdapat tiga macam pengacuan, yaitu pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif. Masing-masing pengacuan dibahas sebagai berikut.
a) Pengacuan Persona
Pengacuan persona yang terdapat dalam cerpen “Karena Wanita Ingin Dimengerti” meliputi pronomina persona pertama tunggal, pronomina persona kedua tunggal, pronomina persona ketiga tunggal, dan pronomina persona ketiga jamak. Berikut analisis datanya:
(1) Nalika wis wiwit maem aku sing ndulang, dakgendhong jarit.mung yen daktinggal nyambut gawe daktitipake ibuku.
“Aku” merupakan pronomina persona tunggal, “dakgendhong” dan “daktinggal” adalah pronomina pertama tunggal terikat lekat kiri. Sedangkan “ibuku” termasuk dalam pronomina persona pertama tunggal terikat lekat kiri.
(2) “Ayo ndherek Pak Dhe tindak, mengko dakpundhutne es krim.” Kandhane kancaku maring Ardi lan Lia nalika sawijining dina cah loro mau melu menyang kantor.
Selain terdapat pronominal persona tunggal lekat kiripada kata “dakpundhutne”, dalam data diatas terdapat pronominal persona tunggal lekat kanan “Kancaku” dan pronominal persona ketiga pada kata “bocah loro mau”.
(3) “Aja sembrono kowe! Iki mau jare ana cah cilik diculik neng perumahan Taman sari.
Kata “kowe” pada data diatas merupakan pronominal persona kedua tunggal.
(4) Ning yen dina prei aku lan bapakke ana ngomah. Anakku kuei ya ora gelem dijak mbah Janah.
6
Pada data diatas terdapat pronomina persona pertama jamak pada kata “aku lan bapakke” dan pronominal persona tunggal terikat lekat kanan yang terdapat pada kata “anakku”
(5) Maune aku dikon melu nunggu dheweke neng njero kelas, lungguh neng jejere.
Pronominal persona pertama tunggal kembali muncul taitu pada kata “aku”. Kemudian muncul pula pronomina persona ketiga tunggal pada kata “dheweke” dan pada kata “jejere”.
(6) Mas Ardi ki wis gedhe lho. Kanca-kancamu kae rak isih ana sing luwih cilik ning ditinggal ibuke kok ora nangis?
Pada data (6) terdapat pronominal persona kedua tunggal terikat lekat kanan pada Kata “kanca-kancamu” dan terdapat pula pronominal persona ketiga tunggal terikat lekat kanan pada kata “ibuke”.
b) Pengacuan Demonstratif
Pada cerpen “Anakku Clingusan” banyak terdapat demostratif waktu lampau, sekarang, yang akan dating, dan netral. Sedangkan demonstratif tempat lebih ke demonsratif tempat yang eksplisit seperti pada data berikut.
(7) Rong dina sawise ngairake, aku dhewe sing ngumbah klambi lan popoke, dak uceg merga durung bisa ndhodhok.
(8) Awan-awan nalika teka saka bank nyetorake PAD, wong-wong ing kantor ngethuprus sajak serius.
(9) Kamangka cilikanku biyen ora ngono.
(10) Golek rewang jaman saiki pancen angel.
(11) Tujune neng sekolahan manut karo gurune lan ora nangisan kaya kangmase ndhisik.
(12) Karepku yen wiwit cilik wis kenal karo wong liya, mbesuk gedhene ora clingus kaya kangmase.
Pengacuan demonstratif lampau terdapat pada data (7) yaitu pada kata “Rong dina sawise”, kata “biyen” pada data (9), dan kata “ndisik” pada data (11).
7
Pengacuan demonstrative sekarang pada kata “jaman saiki” yang terdapat pada data (10), dan pengacuan demonstratif netral terdapat pada kata “awan-awan”. Untuk pengacuan demonstratif waktu yang akan datang terdapat pada kata “mbesuk”.
(13) Metu saka kelas, bareng weruh yen dak tinggal Ardi injur nangis.
(14) Yen pas ora ono rewang ngono kuwi bocah loro kapeksa dakjak nyang kantor sawise mulih sekolah.
(15) Kanthi melu kagiyatan ing jaba sekolahan, TPA ing mesjid, dolan nyang omahe dulur-dulur ning Ardi lan Lia panggah clingus lan isinan wae.
Data (12), (13), dan (14) merupakan data pengacuan demonstrative tempat. Seperti yang sudah dilelaskan sebelumnya, pengacuan demonstratif tempat lebih banyak mengacu pada demonstrative tempat secara eksplisit seperti kata “kelas”, “kantor”, “sekolahan”, “TPA”, “mesjid”, lan “omahe dulur-dulur”
c) Pengacuan Komparatif
Salah satu bentuk kohesi gramatikal adalah komparatif yaitu membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Cerkak “Anakku Clingusan” mempunyai satu jenis kohesi gramatikal yang berupa pengacuan komparatif “ seperti”. Berikut ini adalah datanya:
(16) Lia, adhine Ardi sing saiki sekolah ing Play Group dadi siji karo TK-ne kangmase, nadyan ketoke luwih nakal, ning yen ngadhepi uwong liya ya padha clinguse karo kangmase.
Pada data diatas, pengacuan komparatif pada kata “padha” sama artinya dengan “sama seperti”, bisa juga bermakna “tak beda dengan”
(17) Tujune neng sekolahan manut karo gurune lan ora nangisan kaya kangmase ndhisik.
8
(18) Karepku yen wiwit cilik wis kenal karo wong liya, mbesuk gedhene ora clingus kaya kangmase.
Pada data (17) dan (18), pengacuan komparatif ditunjukan dengan kaya “kaya” yang dalam bahasa Indonesia berarti “seperti”.
2. Penyulihan (Substitusi)
Penyulihan atau substitusi adalah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebutkan) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda (Sumarlam, ed., 2003:28). Pada cerpen “Anakku Clingusan” terdapat beberapa bentuk penyulihan seperti pada data berikut.
a) Substitusi Nomina
Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori kata benda dengan satuan lingual lain, yang juga berkategori nomina.
misal; derajat diganti pangkat, gelar diganti title. Sayangnya dalam cerkak tersebut tidak ditemukan substitusi yang berkategori nominal.
b) Subtitusi verbal
adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba (kata kerja). Berikut data substitusi verba yang terdapat dalam cerkak “Anakku Clingusan”.
(19) “Ibumu ben nyambut gawe kana, kae lho ditimbali pak bos diutus ngetik.” Kandhane kancaku maneh.
Pada data (19) diatas, kata “nyambut gawe” digantikan kata “ngetik” karena ngetik adalah salah satu bentuk kegiatan dari “nyambut gawe” itu sendiri
c) Substitusi Frasa/Klausa
Dari hasil analisis cerkak “Anakku Clingusan” terdapat substitusi frasa dengan frasa seperti nampak pada kutipan berikut:
(20) Yen sore cah loro dakjak dolan bareng. Adhine sing sisih bayi dakgendhong jarit, ardine numpak sepedha rodha telu.
9
(21) “Ayo ndherek Pak Dhe tindak, mengko dakpundhutne es krim” kandhane kancaku maring Ardi lan Lia nalika sawijining dina cah loro mau melu menyang kantor. Loro”.
Tampak pada data (20), kata “adhine” dan “ardine” disubstitusi dengan frasa “cah loro” sedangkan pada data (21) terdapat substitusi frase Ardi lan Lia yang disubstitusikan dengan Frase “cah loro mau kae”.
3) Elipsis (Pelesapan)
Pelesapan (elipsis) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang beupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Pelesapan dapat berbentuk kata, frasa, atau klausa. Pada cerkak “Anakku Clingusan” terdapat beberapa pelesapan seperti pada data berikut.
a) Elipsis Kata
(22) Wiwit cilik, Ardi anakku sing mbarep clinguse ora mekakat. Ø wis clingus, gek isinan tur jirih. Ø nailikaumure during setaun dicedhaki sapa wae ora gelem kajaba aku, bapakke, yangti,lan yangkunge.
(23) Metu saka kelas, bareng weruh daktinggal Adri njur nangis.Ø Raine ditutupi, eluhe dleweran, njur digandheng bu gurune dijak menyang ruang guru.
Pada data (22) dan (23) diatas, terdapat pelesapan kata Ardi yang berfungsi sebagai subyek atau pelaku tindakan pada tuturan tersebut.
(24) Lia, adhine Ardi sing saiki sekolah Play Group dadi siji karo Tk-ne mase, nadyan ketoke luwih nakal, ning yen ngadhepi wong liya ya padha clinguse kaya kangmase. Ø gelem dolanan ya mung karo kanca-kancane cewek thok.
Sama halnya dengan data sebelumnya, data (24) ini juga mengalami pelesapan pada subyek atau pelaku tindakan tututan yaitu pada kata Lia.
10
b) Pelesapan Frasa
Guna menghasilkan suatu cerita yang efektif, praktis, dan efisien, pada cerkak “Anakku Clingusan” terdapat beberapa pelesapan satuan lingual yang berbentuk frasa. Pelesapan pada tingkat frasa terdapat pada data berikut:
(25) Rong dina sawise ngairake, aku dhewe sing ngumbah klambi lan popoke, ᴓ dak uceg merga durung bisa ndhodhok.
(26) Dhasar bocah clingus, anakku loro mesthi ndhelik ing mburi gegerku. ᴓ yen ditakoni mung mesam-mesem, dijak salaman gelem ning yen dijak dolanan emoh.
Pada data (25) terdapat pelesapan frase nomina yaitu para frase “klambi lan popoke” sedangkan pada data (26) juga terdapat pelesapan frase nomina “anakku loro”
4. Konjungsi
Konjungsi yaitu salah satu kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan yang lain. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa kata, frasa atau klausa, kalimat, paragraf. Berikut ini contoh-contoh konjungsi yang dimanfaatkan dalam cerkak “Anakku Clingus” adalah sebagai berikut:
(27) Wiwit cilik kegiatanku werna-werna, kanca akeh. Ngadhepi wong liya sing luwih tuwa utawa luwih gedhe, rumangsaku ora angel.
(28) Tujune neng sekolahan manut karo gurune lan ora nangisan kaya kangmase ndhisik.
(29) Metu saka kelas, bareng weruh daktinggal Adri njur nangis. Raine ditutupi, eluhe dleweran, njur digandheng bu gurune dijak menyang ruang guru.
(30) Geleme dolanan ya mung karo kanca-kanca cewek tok, merga jarene sing cowok nakal-nakal.
(31) Wis ora kurang-kurang olehku nglatih anak-anaku ben luwih kendel srawung karo wong liya. Kanthi melu kagiyatan ing jaba sekolahan, TPA
11
ing mesjid, dolan nyang omahe dulur-dulur ning Ardi lan Lia panggah clingus lan isinan wae.
(32) Yen awan bar jam istirahat, cah loro dak tinggal ijen, dene aku lan bojoku bali nyambut gawe nyang kantor.
(33) Aku sakjane weri weruh anakke kanca-kancaku sing gampang raket karo wong liya nadyan lagi wae weruh.
(34) Dijak nginep marang daleme eyange wae ya ora pati gelem. Kamangka ibuku pengen ngeloni Ardi, ora ketang mung sawengi.
Konjungsi “utawa” pada data (27) berarti pilihan (alternatif), konjungsi “lan” pada data (28) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada disebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata “lan” itu sendiri. Kata “njur” pada data (29) mengandung maksud ntuk menjelaskan urutan atau sekuensial. Konjungsi “amarga” yang berarti karena pada data (30) berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab akibatatau hubungan kausal antara klausa geleme dolanan ya karo kanca-kancane cewek thok sebagai klausa akibat dan sing cowok nakal-nakal sebagai klausa sebab.
Pada data (31) terdapat dua buah konjungsi yaitu konjungsi “kanthi” yang menjelaskan cara dan konjungsi “ning” yang merupakan konjungsi yang menerangkan sebuah pertentangan. Pada data (32) terdapat konjungsi “dene” konjungsi ini berfungsi untuk menerangkan adanya sebuah perbandingan. Pada data terebut yang dibandingan adalah sebuah kondisi yaitu kondisi dimana mereka meninggalkan anaknya untuk kembali bekerja. Pada data ke (33) terdapat konjungsi “nadyan” yang merupakan konjungsi konsesif antara klausa anakke kanca-kancaku sing gampang raket karo wong liya dan klausa lagi wae weruh.konjungsi terakhir yang terdapat pada cerkak ini adalah konjungsi “kamangka”. Konjungsi pada data (34) ini bisa bermakna untuk menyatakan sebuah penyesalan atas sebuah pengharapan yang tidak atau belum tercapai.
12
B. Analisis Aspek Leksikal
1. Repetisi
Adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai
a) Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Berikut ini contoh repetisi epizeuksis yang terdapat pada cerkak ”Anakku Clingusan”.
(35) Dhasar bocah clingus, anakku loro mesthi ndhelik ing mburi gegerku. Yen ditakoni mung mesam-mesem, dijak salaman gelem ning yen dijak dolanan emoh.
Dari data diatas tampak terdapat pengulangan pada kata “dijak”. Pengulangan tersebut sepertinya untuk menegaskan adanya sebuah kalimat pertentangan.
(36) Pancen nalika iku umure lagi 19 sasi. Isih ciik banget, isih butuh kawigaten.
Repetisi yang terdapat pada data (36) termasuk dalam repetisi epizeuksis. Karena terdapat pengulangan kata “isih” secara berturut-turut.
b) Repetisi Tautotes
Repetisi tautoes adalah pengulangan satuan lingual atau kata beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Dalam cerkak “Anakku Clingusan”tidak ditemukan repetisi tersebut.
c) Repetisi Anafora
Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Sumarlam, 2009:36). Repetisi anafora dalam lagu “Nyidham Sari” dapat dilihat
13
pada kutipan berikut. Dalam cerkak “Anakku Clingusan” tidak ditemukan repetisi tersebut.
d) Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata, frasa pada akhir baris atau akhir kalimat. Dalam cerkak “Anakku Clingusan” tidak ditemukan repetisi tersebut.
e) Repetisi Simploke
Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat seara berturut-turut. Dalam cerkak “Anakku Clingusan” tidak ditemukan repetisi tersebut.
f) Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat seara berturut-turut. Dalam cerkak “Anakku Clingusan” tidak ditemukan repetisi tersebut.
g) Repetisi Epanalepsis
Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual yang kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat yang merupakan pengulangan kata atau frasa pertama. Dalam cerkak “Anakku Clingusan” tidak ditemukan repetisi tersebut.
h) Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kaliamat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kaliamat berikutnya. Dalam cerkak “Anakku Clingusan” tidak ditemukan repetisi tersebut.
2. Sinonimi (pada kata)
Sinonimi adalah sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya sama. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal
14
guna mendukung kepaduan wacana. Sinonimi dipakai untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Dalam cerkaka “Anakku Clingusan” terdapat sinonimi seperti pada contoh berikut:
(37) Metu saka kelas, bareng weruh daktinggal Adri njur nangis. Raine ditutupi, eluhe dleweran, njur digandheng bu gurune dijak menyang ruang guru.
(38) Wiwit cilik kegiatanku werna-werna, kanca akeh. Ngadhepi wong liya sing luwih tuwa utawa luwih gedhe, rumangsaku ora angel.
Sinonimi pada data (37) merupakan sinonimi kata dengan frase. Sedangkan sinonimi pada data (38) adalah sinonimi frase dengan frase yaitu antara frase luwih tuwa dan luwih gedhe. Secara fisik frase tersebut tidak bersinonim akan tetapi jika dilihat dari konteksnya, kedua frase tersebut akan bersinonim.
3. Antonimi
Antonimi adalah nama lain untuk benda atau hal yang lain atau satuan lingual yang maknanya berlawanan dengan lingual yang lain. Antonimi adalah satuan lingual yang berlawanan, disebut juga dengan istilah oposisi. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk. Hasil analisis terhadap cerpen “Angin Terjepit Bebatuan” terdapat 2 jenis antonimi, yaitu oposisi mutlak pada data (40) dan oposisi hubungan pada data. Ilustrasi berikut menjadi penjelas pengertian tentang oposisi tersebut:
(39) Geleme dolanan ya mung karo kanca-kanca cewek tok, merga jarene sing cowok nakal-nakal.
(40) Bocah loro iku ditinggal dhewekan neng omah. Sing gedhe kelas lima SD, sing cilik ijih umurlimang taun.
15
(41) “Wedi apa?kancamu rak ora ana sing nakal ta? Bu gurune ya sabar, gak kaya ibu sing seneng ngomel.
(42) Bareng wis TK nol kecil, Ardimalah luwih kendel, nadyan panggah clingus lan isinan.
Antonimi pada data (39), (40), dan data (42) termasuk dalam antonimi mutlak karena kata cowok dan cewek, sabar dan seneng ngomel, serta kendel dan clingusan lan isinan merupakan sebuah pertentangan mutlak yang tidak terdapat gradasi atau tingkatan. Sedangkan antonimi yang terdapat dalam data (40) termasuk dalam antonimi kutub karena kata gedhe dan kata cilik bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut.
4. Ekuivalensi
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma berikut ekuivalensi yang terdapat dalam cerkak “Anakku Clingusan”.
(43) Embuh geneya anakku kok padha kaya ngono kuwi. Kamangka cilikanku biyen ora ngono. Wiwit cilik kegiatanku werna-werna, kanca akeh.
(44) Daksusoni dhewe tanpa tambahan susu formula.
Pada data (43) terdapat sebuak ekuivalensi antara kata “cilikanku” dengan frase “wiwit cilik. Data tersebut dirasa memiliki hubungan kesepadanan karena berasal dari kata atau bentuk asal yang sama yaitu kata “cilik”. Sama seperti data sebelumnya, untuk data (44) ini juga memiliki hubungan makna kesepadanan antara kata daksusoni dengan kata susu.
5. Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi adalah menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam satu domain atau jaringan tertentu (Sumarlam, ed., 2003:43).
16
Dalam cerkak ini juga terdapat beberapa kolokasi atau sanding kata seperti pada kutipan berikut ini:
(45) Wiwit lair, Ardi dakemong dhewe tanpa rewang. Rong dina sawise nglairake, aku dhewe sing ngumbahi klambi lan popoke, dak uceg merga durung bisa ndhodhok. Yen bengi tangi merga pipis utawa e-ek, ya aku sing ngganti popoke. Daksusoni dhewe tanpa tambahan susu formula.
Pada data (45) diatas terdapat kata-kata seperti lair, dakemong, nglairake, klambi, popoke, pipis, e-ek, ngganti popoke, daksusoni , dan kata susu formula merupakan kata-kata yang berkolokasi dan mendukung kepaduan dari sebuah wacana. Kata-kata terebut berhubungan dengan tema kelahiran bayi.
6. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)
Hiponimi adalah semacam relasi antara kata yang berwujud atas-bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain (Gorys Keraf, 2005:38). Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahas (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau lingual berhiponim itu disebut “hipernim” atau “superordinat” (Sumaralam, 2009:45). Penggunaan hiponimi dalam cerkak ”Anakku Clingusan” dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
(46) Wis ora kurang-kurang olehku nglatih anak-anaku ben luwih kendel srawung karo wong liya. Kanthi melu kagiyatan ing njaba sekolahan, TPA ing mesjid, dolan nyang omahe sedulur-sedulur, ning Ardi lan Lia panggah isih clingus lan isinan wae.
Pada data tersebut, yang merupakan hipernim atau super ordinatnya adalah usaha nglatih anak ben luwih kendel. Sementara itu hiponimnya adalah melu kagiyatan ing njaba sekolahan , TPA ing mesjid, dolan nyang omahe dulur-dulur
17
C. Analisis Kontekstual
Analisis kontekstual adalah analisis wacana dengan bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya.baik konteks situasi maupun konteks cultural. Pemahaman konteks-konteks tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai prinsip penafsiran dan analogi. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah :
a) Penafsiran Personal
Berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Halliday dan Hasan (1992:16) menyebut penutur dan mitra tutur atau partisipan dengan istilah “pelibat wacana”. pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur.
Penafsiran persona yang terdapat pada cerkak ”Anakku Clingusan” adalah sebagai berikut:
(47) Nalika wis wiwit maem, aku sing ndulang, dak gendhong jarit.”
(48) Karo mingseg-mingseg Ardi mangsuli, ”Aku wedi lho, Bu.”
(49) Ayo ndherek pak Dhe tindak, mengko takpundhutne es krim.”
Berdasarkan aspek gramatikalnya, khususnya referensi pronomina persona mudah diketahui bahwa pelibat wacana dalam data tersebut tersebut adalah persona pertama tunggal aku „aku, Ardi, lan Pak Dhe” Aku sebagai penafsiran personal dalam cerkak tersebut setidak-tidaknya mempunyai beberapa tafsiran yakni :
a. Pengarang cerkak itu sendiri
b.Opara pembaca yang mengalami kejadian seperti yang diceitakan oleh pengarang
b) Penafsiran Lokasional
Berkenaan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. Berdasarkan
18
perangkat benda yang menjadi konteksnya. Dalam cerkak ”Anakku Clingusan” tidak ditemukan penafsiran jenis ini.
c) Penafsiran Temporal
Berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya kita dapat menafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).
(50) Lia, adhine Ardi sing saiki sekolah play group dadi siji karo TK-ne mase.
(51) Ning saiki wis langka wong sing niyat ndherek merga pengin ngabdi kuwi
(52) Golet rewang jaman saiki pancen angel
Pemahanan makna dan acuan waktu terhadap kata saiki pada tuturan (51) dan (52) hampir memiliki tafsiran waktu yang sama. Akan tetapi data tuturan (51) ditafsirkan memiliki rentangan waktu yang lebih pendek dari data (52) Sedangkan untuk data tuturan (50) kata saiki ditafsirkan memiliki rentangan waktu yang paling pendhek dibandingkan data (51) dan (52) dikarenakan kata saiki tersebut mengacu pada waktu sekitar setahun, yaitu waktu yang digunakan untuk menamatkan sekolah play group. Sedangkan data yang lain belum dapat dipastikan sampai kapan karena cakupannya masih terlalu umum. bisa saja jaman sekarang adalah jaman reformasi, bisa juga saiki disini mengacu pada jaman orde baru.
d) Penafsiran Analogi.
Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur, untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian atau keseluruhan ) sebuah wacana. Dan dalam lirik lagu “Nyidham Sari” penafsiran analogi ditemukan dalam wacana sebagai berikut:
(50)
(84) Upama sliramu sekar melathi (1)
19
„ibarat dirimu bunga melati‟
(85) Aku kumbang ngidham sari (2)
„ aku adalah lebah yang mendambakan sari bunga
(86) Upama sliramu margi wong manis (3)
„ ibarat dirimu jalan anak manis‟
(87) Aku sing bakal ngliwati (4)
„ Aku yang akan melewatinya‟
Dari penganalogian upama sliramu sekar melathi ditafsirkan sebagai seorang wanita yang dijadikan dambaan hati seorang pria, maka mengakibatkan aku kumbang nyidham sari diibaratkan seorang prianya yang mendambakan wanita pujaan hatinya itu. Begitu pula dengan analogi upama sliramu margi wong manis mengakibatkan aku sing bakal ngliwati.
Dari analogi sebab akibat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa maksud dari lirik lagu tersebut adalah lagu dari seorang pria yang sedang jatuh cinta kepada wanita pujaan hatinya.
2. Inferensi Lirik Lagu Keroncong “Nyidham Sari” Karya Andjar Any
Adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pembaca/ pendengar/ mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (pembicara/ penulis/ penutur). Inferensi dapat diambil dari sebuah tuturan bergantung pada konteks yang menyertainya. Terdapat empat macam konteks yaitu: konteks fisik, konteks epistemis, konteks linguistic, dan konteks sosial.
(88). „Upama sliramu sekar melathi, (1)
„Andaikan kamu bunga melati,
(89) „aku kumbang nyidham sari‟. (2)
„Aku kumbang menginginkan sari‟
Sang gadis diibaratkan bagai bunga melati yang harum baunya dan masih suci belum ternoda dan sang laki-laki diibaratkan bagai kumbang yang ingin mendapatkan cinta sang gadis, bagai kumbang yang ingin menghisap sekar madu.
20
(90) „Upama sliramu margi wong manis‟ (1)
„andaikan kamu jalan, orang manis
(91) „Aku sing bakal ngliwati (2)‟
„Aku yang akan melewati‟
Sang gadis manis diibaratkan bagaikan sebuah jalan yang setiap saat akan dilewati pemakai jalan (yang diibaratkan sebagai laki-laki), sebab sang laki-laki tidak dapat lepas dari sang gadis yang setiap saat ingin bersaman dan ingin menemuinya setiap saat..
(92) „sineksen litange luku semono‟ (5)
„disaksikan bintang luku ketika itu‟
(93) „janji prasetyaning ati‟ (6)
„Janji akan kesetiaan hati‟
Janji kesetiaan sang lelaki kepada sang gadis yang disaksikan oleh bintang luku ketika malam hari. Janji terucap karena sang laki-laki tak ingin kehilangan sang gadis yang sangat dicintainya.
(94) „Tansah kumanthil ing netra rinasa‟ (7)
„Selalu (teringat) di mata rasanya‟
(95) „Karasa rasaning driya‟ (8)
„Terasa rasanya di hati‟
Janji yang akan selalu ditepati dan akan selalu tersimpan dihati sang laki-laki.
(96) „Midera sajagad raya‟ (9)
„Berkelilinglah sejagad raya‟
(97) „Kalingana wukir lan samodra‟ (10)
„Walau terhalang gunung dan samudra‟
(98) „Ora ilang memanise‟ (11)
„Tidak hilang manisnya‟
(99) „Adhuh dadi ati salawase‟ (12)
„Adhuh, mejadi pujaan hati selamanya‟
21
Meski sang gadis pergi kemanapun, hingga berkeliling dunia pun tetap sang lelaki akan pergi mencarinya, walau harus mendaki gunung hingga menyeberangi samudra tetap sang lelaki akan pergi menemuinya.
Bahkan hingga sampai nanti (masa tua) gadis yang dicintainya itu akan tetap menjadi pujaan hati meskipun termakan usia (menua) tidak akan hilang kecantikannya.
(100) „Nalikanira ing wengi atiku‟ (13)
„Ketika malam datang hatiku‟
(101) „Lam-lamen si rupa ayu‟ (14)
„Terbayang-bayang si wajah cantik‟
(102) „Nganti mati ora bakal lali‟ (15)
„Sampai mati tidak akan lupa‟
(103) „Lha kae lintange mlaku‟ (16)
„Lha, itu (lihatlah) ada bintang berjalan‟
Sang lelaki bekata kepada sang gadis bahwa setiap malam ia terbayang-bayang wajah sang gadis yang ayu, rasa rindu selalu ada di hatinya.dan kata-kata rayuan manis itu terucap ketika sepasang kekasih itu sedang berdua memadu kasih dimalam hari, dan tiba-tiba sang lelaki melihat bintang yang berjalan, kemudian berdoa semoga cinta mereka berdua dapat abadi selamanya.
E. SIMPULAN
Dalam penelitan proses analisis data data yang telah dilakuakan, telah ditemukan simpulan dari Analisis Wacana Lirik Lagu Keroncong “Nyidham Sari” karya Andjar Any yaitu dari beberapa aspek yang diteliti. Setiap aspek memilki hal yang paling dominan, sebagai berikut.
I. Gramatikal
Pada aspek gramatikal lirik lagu “Nyidham Sari” yang paling dominan adalah pelesapan atau elipsis.
22
a. Pelesapan pronomina persona tunggal pertama bentuk terikat lekat kiri yaitu –ku yaitu ati(-ku), netra(-ku), driya(-ku).
b. Pelesapan pronomina persona tunggal bentuk bebas yaitu aku,yang berfungsi sebagai subjek adalah (aku) lam-lamen si rupa ayu, dan nganti mati (aku) ora bakal lali.
c. Pelesapan pengacuan pronomina persona kedua tunggal bentuk bebas yaitu sliramu, yang berfungsi sebagai objek adalah adhuh (sliramu) dadi ati selawase, lam-lamen (sliramu) si rupa ayu, nganti mati ora bakal lali (sliramu).
II. Leksikal
Pada aspek leksikal lirik lagu “Nyidham Sari” yang paling dominan adalah Sinonimi atau padan kata.
Morfem (bebas) aku bersinonim dengan morfem (terikat) –ku dalam atiku. Sinonimi kata dengan kata yaitu kata janji dengan kata prasetyaning merupakan kata bentukan dari kata dasar prasetya yang memiliki arti janji. Serta kata ati dengan kata driya „ati‟ dalam bahasa Jawa Kawi. Kedua kata tersebut memiliki makna sepadan. Sinonimi antara klausa dengan kata yaitu klausa tansah kumanthil ing netra rinasa dengan kata lam-lamen yang keduanya memiliki makna yang sepadan yaitu „terbayang-bayang‟. Sinonimi antara kata selawase „selamanya‟ dengan frasa nganti mati „sampai mati‟ kata dan frasa tersebut memiliki kesepadanan makna.
23
III. Kontekstual
a) Dari Segi Pemafsiran Persona
Aku sebagai penafsiran personal dalam lagu tersebut setidak-tidaknya mempunyai beberapa tafsiran yakni :
1. Pengarang lagu itu sendiri (Andjar Any)
2. Orang yang khusus menyanyikan lagu itu untuk dipopulerkan
3. Siapa saja yang membaca lirik lagu atau sengaja menyanyikan lagu tersebut.
4. Seorang lelaki yang sedang dimabuk asmara.
b) Dari Segi Pronominal demonstratif
Seperti sajagad raya „seluruh bumi‟ dan wukir lan samodra „gunung dan samodra‟ merupakan tempat yang mengacu secara eksplisit (tidak benar-benar dialami oleh pengarang) sehingga tidak ditemukan suatu situasi atau tempat karenanya sulit ditafsirkan.
c) Dari Segi Temporal
Waktu nalikanira ing wengi „ketika malam datang‟ mengacu pada lha kae lintange mlaku „itu dia bintangnya berjalan‟ ditafsirkan bahwa mungkin sang pengarang mengarang lagu itu terinspirasi ketika malam datang dan saat yang tepat untuk berkasih mesra oleh sepasang kekasih adalah ketika malam datang.
e) Dari Segi Penganalogian
Upama sliramu sekar melathi ditafsirkan sebagai seorang wanita yang dijadikan dambaan hati seorang pria, maka mengakibatkan aku kumbang nyidham sari diibaratkan seorang prianya yang mendambakan wanita pujaan hatinya itu. Begitu pula dengan analogi upama sliramu margi wong manis mengakibatkan aku sing bakal ngliwati. Dari analogi sebab akibat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa maksud dari
24
DAFTAR PUSTAKA
Sumarlam. 2009. Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
Sumarlam, dkk.2004. Analisis Wacana, Iklan, Lagu, Puisi, Cerpen, dan Novel Drama. Bandung : Pakar Raya.
Fatimah Djajasudarman, T. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung : Eresco.
25
Henry Guntur Tarigan. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung : Angkasa. Panuti Sudjiman. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Prapto Baryadi, I. 2002. Dasar-Dasar Analisis Wacana Dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta : Pustaka Gondho Suli Putu Arya, T. 1983. Apresiasi Puisi dan Prosa. Jakarta : Nusa Indah. Sumarlam.Ed.2003. Teori Dan Praktik Analisis Wacana, Surakarta: Pustaka Cakra